Ia datang kepadaku dengan hati-hati. Sesekali kepalanya yang tertutup topi koboi itu melihat kearahku. Kadag kali ia menunduk. Aku bergetar mendengar langkahnya berhenti. Satu meter di sebelahku.
"Mana?"
Aku segera mengeluarkan amplop dari tas kecilku.
"Besok ku tunggu lagi. Dan jangan terlambat." Ucapnya.
Dengan tanpa mendongakkan kepala, wajahnya yang misterius itu masih menyimpan tanya di benakku. Aku hanya takut di guna-guna,
Siang kemarin, aku melihat cahaya terang dari seberang jauh... Sangat terang...
Kulihat, di depannya ada seorang yang amat aku kenal, terdiam,
Tak Kuingat siapa namanya
Hanya saja, ketika aku hendak mencari tempatku untuk bersandar...
Ia datang, dan memberiku tempat duduk di sampingnya... Hm... bukan main senangnya aku... Aku lantas duduk dan menikmati sejuknya suasana siang yang cerah itu...
Ouh.. Aku terbangun dari mimpi... Setelah ku tahu, Dia telah wafat 3 tahun yang lalu....
Ray, kau tahu?
Dengan pura-pura
siap aku datang ke ultahnya Dewika. Baju khas kotak-kotak panjang dengan kaos dalam putih bertuliskan i love surabaya. Rambut yang bergelombang kusisir rapi. Tak lupa jam
tangan kesayanganku kupakai di tangan kiri.
“Kemana Gi? Jadi
ke ultahnya Dewika?” Sapa temenku yang lagi asyik merokok di tepi jendela.
“Iya. Nglegain
yang ngundang.” Kataku tanpa ekspresi kemudian mengambil kunci motorku yang
tergantung di depan almari.
“Sukses bro.”
Kataku tersenyum. Aku hanya mengangkat pundak.
Huwh.. padahal
sudah kalang kabut rasanya. Berangkat. Gak. Berangkat. Gak. Mengingat wajah
dewika, membuatku grogi. Bahkan ketika tidak di hadapannya sekalipun.
Perjalanan pendek yang hanya 3 kilo, serasa hanya 3 meter, karena senyum itu selalu
saja mendadak dan tiba-tiba muncul saat aku melamun.
“Woy mas. Jalan
mas!!!” teriak seseorang ketika kulirik dari kaca helm, traffic lightnya telah
berwarna hijau. Segera kuganti gigi rendah dan tancap gas perlahan-lahan.
Bagaimana
kabarmu? Sekian waktu yang terlewati, telah mengikis sedikit demi sedikit
persahabatan yang telah lama... aku di sini hanya mengingat-ingat yang mungkin
kalian tak ingat. Saat aku mencoba memuntahkan ini, yang ada dalam benakku hanya
satu demi satu kilat peristiwa yang membayang dari sudut kecil memori otakku.
Aku benar-benar sakit. Sambaran-sambaran tonggak kita yang dulu tajam, berbalik
menjadi duri kecil yang teramat menusuk.
Kulepas jaket
yang masih melekat ditubuhku. Mendung justru membuat udara semakin panas.
Termasuk malam ini. Camcorder dan note book kecil yang masih melekat di
tanganku kuletakkan di samping tempatku duduk. Banyak orang masih berlalu
lalang melewati tempatku duduk. Banyak yang hanya ingin bersenang-senang,
meluangkan waktu bersama keluarga, dan ada yang sedang melepas lelah. Terlihat
dari cara mereka berjalan dan berlarian menuju tengah lapang.
Aku mendekati
salah satu dari mereka. Kuperhatikan benar-benar raut mukanya. Sepasang mata
yang sembab dengan bibir keringdan
pandangan kaku ke depan setengah melamun.
“Sendirian?”
Sapaku mencoba mencairkan suasana.
Ia hanya menjawab
dengan gerakan bibir dan setitik air mata yang menetes dari kantung matanya.
Aku rangkul dia dan kubiarkan dia menangis sepuasnya. Dia menatap mataku
lekat...
Alkisah suatu
hari ada seorang putri cantik dari kerajaan megah dan Raja yang Agung di suatu
negeri. Dengan segala kelincahannya, sang putri berhasil memikat hati banyak
rakyatnya, terutama pangeran-pangeran tampandari negeri seberang. Sang putri terkenal dengan kemampuan menulis dan
bernyanyi. Sehingga sering, ketika sang putri berjalan melewati rumah-rumah
rakyat dengan kereta kudanya, rakyat menyambutnya dengan senang hati. Tidak
segan sang putri masuk ke rumah rakyat-rakyat kecil untuk sekedar menengok dan
memberi mereka makanan.
Tanpa sadar, di
luar sana, pangeran-pangeran tengah berperang untuk memperebutkan hati sang
putri. Dan apa yang terjadi?? Banyak dari pasukan kerajaan pangeran yang mati
terbunuh akibat perang itu. Rajautara
dan Raja selatan pun ikut berperang membela putra-putra mahkota mereka. Namun,
tidak membuahkan hasil. Hanya, dendam dan dendam yang membara.
Setelah sang
putri tahu, bahwa ada peperangan diantara banyak kerajaan untuk memperebutkan
dirinya, sang putri segera mengirimkan seorang utusan untuk menyampaikan surat
kepada Raja dan pangeran yang sedang beperang.
Malammu... sungguh menghadirkan gelap di semua
Menanti cahaya rembulan yang tak jua datang
Angkuh..! Angkuh benar sang siraj
Enggan melihatku barang sekejap
Kemana kau wahai rembulan?!
Tak ceria wajahmu di gelap petang
Malammu.. hm.. bukan malamku wahai gelap
Aku hanya ingin, ingin secercah saja
Menjadi penulis, lumayan asyik juga. Kita bisa mengekspresikan apa saja lewat
tulisan. Tentang pengalaman kita, tentang moment-moment penting kita, tentang sesuatu
yang membuat kita senang, atau apapun nanti yang akan kita tulis. Dari menulis juga,
kita bisa terbiasa kreatif. Maksudnya? Karena kita terbiasa berangan-angan
mencari inspirasi, terbiasa memaksa diri untuk menulis, terbiasa peka dengan lingkungan
untuk mencari inspirasi. Nah, jadi di hadapan apapun, dalam konteks apa, karena kebiasaan tadi, kita jadi mudah untuk
mengambil kesempatan-kesempatan menjadi sebuah keuntungan. Saat ini, hobi
menulis bukan hanya jadi hobi loh, kita bisa meraup rupiah dengan
tulisan-tulisan kita.