SILUET DI TAMAN MALAM
Posted by Unknown , Friday, November 16, 2012 4:50 AM
Kulepas jaket
yang masih melekat ditubuhku. Mendung justru membuat udara semakin panas.
Termasuk malam ini. Camcorder dan note book kecil yang masih melekat di
tanganku kuletakkan di samping tempatku duduk. Banyak orang masih berlalu
lalang melewati tempatku duduk. Banyak yang hanya ingin bersenang-senang,
meluangkan waktu bersama keluarga, dan ada yang sedang melepas lelah. Terlihat
dari cara mereka berjalan dan berlarian menuju tengah lapang.
Aku mendekati
salah satu dari mereka. Kuperhatikan benar-benar raut mukanya. Sepasang mata
yang sembab dengan bibir kering dan
pandangan kaku ke depan setengah melamun.
“Sendirian?”
Sapaku mencoba mencairkan suasana.
Ia hanya menjawab
dengan gerakan bibir dan setitik air mata yang menetes dari kantung matanya.
Aku rangkul dia dan kubiarkan dia menangis sepuasnya. Dia menatap mataku
lekat...
Waktu itu masih
pukul satu siang. Aku bersama satu orang kakak laki-lakiku berjalan menuju gang
9 untuk mengambil pesanan kue. Aku dan kakakku biasa berjualan di depan
toko-toko pecinan. Setelah pasar lama terbakar, kami tidak punya lagi tempat
berjualan yang tetap. Kehilangan banyak pelanggan, dan rugi lumayan besar
karena banyak daganganku yang ikut terbakar. Padahal, sebulan lagi calon
suamiku akan bertandang ke rumah untuk melamar.
Aku hanya
menghela nafas panjang... siang ini, kueku baru laku 3 biji. Padahal stoknya
masih menumpuk. Kuteguk sedikit air dari botol minum. Datang dua orang
laki-laki yang tiba-tiba saja mendekat dan memilih roti daganganku. Akupun
menyambutnya dengan baik karena dia bilang akan memborong semua kueku dengan
syarat aku mau mengantarnya hingga ke rumah mereka. Tidak jauh, hanya sekitar
200 meter dari tempatku berjualan katanya. Aku dengan sigap membungkus
kue-kueku dengan rapi dan segera mengikuti mereka berjalan.
Sampai di samping
sebuah rumah, mereka menyuruhku meletakkan keranjang berisi kue itu di depan
sebuah pintu. Mereka mengucapkan terima kasih dan akupun mengundurkan diri.
Baru berjalan lima langkah dari tempatku, tiba-tiba saja ada tangan yang
membungkam mulut dan hidungku dengan bius hingga aku tak sadarkan diri.
Kulirik jam
tanganku sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku teringat belum menjalankan
sholat dan hendak bangun. Namun, aku sungguh terkaget karena aku tengah tertidur
entah dimana, dan berpakaian dengan tidak semestinya. Aku melihat pelan-pelan keadaan badanku. Air mataku mulai
mengalir dan aku tak bisa menghentikannya. Ada banyak uang di samping aku
tidur. Hatiku sungguh berapi-api melihatnya. Kusebarkan uang-uang itu ke
lantai. Kuraba tembok-tembok halus yang
mengelilingi ruangan itu sebagai sandaranku berjalan. Di pintu keluar,
kue-kueku berceceran dimana-mana. Bahkan banyak burung-burung yang sedang
memakannya...
Ada yang memaksa
dadaku untuk bernafas, namun seakan-akan ada yang menyumbatnya. Aku menangis
sejadi-jadinya, dan berjalan menuju taman
ini hingga saat ini. Aku tak habis
berpikir bagaimana dengan aku selanjutnya. Bagaimana dengan pernikahanku
kelak. Ah, aku tak tahu harus bagaimana.
Kuantar dia ke
puskesmas terdekat. Badannya panas, kupikir dia terkena demam... dia memelukku
sekali lagi dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
Aku kembali ke
taman mengambil buku, camcorder dan jaket yang kutitipkan ke panjaga taman.
Yah, terkadang
hidup memang tak dinyana...
Post a Comment